Salah satu tips yang ditujukan bagi orang yang ingin menulis secara reguler, tapi ga punya bayak ide atau kadang kesulitan menuangkan idenya, adalah dengan membuat appreciation post. Appreciation post secara garis besar adalah postingan yang kita tujukan untuk sesuatu, seseorang, atau suatu peristiwa yang punya andil dalam hidup kita, bisa positif, bisa juga negatif. Yang jelas, mereka telah melakukan sesuatu, dan kita patut berterima kasih atas tindakan mereka itu.
Now, I’m pretty sure i posses an extremely long list for that, but I have decided to dedicate my first post after a while to Mrs. Maria from St. Angela’s English Course.
I used to be the smartest kid in the class, well at least until the 3rd grade of elementary school. As soon as the school decided to add new subject called ‘Bahasa Inggris’, i literally cried. Having no experience of living abroad, no foreign friends around my neighborhood, and low to none exposure of foreign broadcasting, English was just a really difficult subject for me. Counting numbers and pronounce alphabet was my maximum capabilities. I only got 4 for my first English, and i remember clearly I write that rainbow is the English word for awan (cloud).
Seeing that her child couldn’t move forward well in life if this continue, my Mom decided to put me into a English course, and following my sister, i was enrolled in St. Angela’s English course, and that’s where i was graced by the opportunity to met Mrs. Maria.
Mama dulu bersekolah di Koryesu (i hope i pronounced it correctly), jadi mama tau betapa disiplinnya sekolah katolik dibandingkan sekolah negeri, setidaknya pada zaman itu. Makanya saya di kursus kan di sini, bukan di kursus bahasa inggris mainstream lainnya, seperti EF, TBI, Cinderella, atau LIA. Saya masuk ke kelas elementary 1 yang gurunya adalah Bu Maria ini. Bu Maria dulu terlihat seperti guru pada umumnya, terlihat keren bagi saya untuk wanita seumuran beliau (pdahal gatau juga dulu umur berapa). Rambutnya sebahu model bob seperti V for Vendetta, sering memakai vest, memakai kacamata, dan ciri khas nya adalah membawa tongkat. Yes, tongkat sepanjang kira-kira 80 persen yang selalu dibawa pas mengajar. Entah mengapa disaat dulu sudah ada pointer (atau apa namanya itu ya yang buat nunjuk tulisan di papan tulis, Bu Maria tetap setia dengan tongkat nya ini.
Satu hal yang pasti, Bu Maria ini galak. Mungkin bukan galak ya, lebih ke pada tegas, sangat tegas. Tidak boleh ada murid yang terlambat setiap hari nya, yang terlambat bakal disuruh pulang saat itu juga. PR ga boleh lupa dikerjain, kalau lupa,bakal dibentak sampai kita tidak ingin kelupaan ngerjain PR lagi. Tapi mungkin yang paling menarik adalah cara ngajarnya. Entah gimana cara ngajarnya memang membuat kita mengerti dan bisa berbahasa inggris dengan bagus. Kita aka diminta bwrulang ulang mengucapkan satu kata atau kalimat, diiringi dengan ketukan tongkat beliau yang berirama. Satu kata akan diulang-ulang terus sampai beliau merasa bahwa semua anak di kelas bisa pronounce dengan sempurna. Bu Maria bahkan bisa tau kalau ada anak yang cuma pura-ura buka mulut tanpa ngeluarin suara, dan beliau bakal langsung nunjuk anak itu buat ngucapin sendiri berulang-ulang.
Disamping itu, salah satu hal yang paling berkesan adalah saat saya ditunjuk beliau menjadi salah satu pangerandalam pertunjukan kenaikan kelas. Dulu saat SD saya adalah anak yang super introvert, disuruh maju ke depan kelas buat membaca saja bisa langsung nangis. Lalu tiba-tiba beliau minta saya untuk ikut tampil, dan sebagai protagonis utama! Entah kenapa beliau dulu berpandangan seperti itu, mungkin karena pementasannya adalah mengenai The Frog Princess, dan saya dirasa berjodoh dengan katak. Anyway, yang jadi frog princessnya adalah Naomi, anak paling cantik di kelas, yang merangkap sebagai my childhood crush (Naomi, dimanapun kamu berada sekarang, i hope you’re doing well). So that’s just add a whole lot on my nervousness meter. Dan Bu Maria dengan ketegasannya, she won’t take no for an answer. Maka dimulailah sesi-sesi tambahan bersama Bu Maria, berulang kali merekam dialog, smpai kering rasanya tenggorokan ini, sampai Bu Maria merasa bahwa pronounciation danintonasi nya sudah sesuai standar beliau. Well it all paid off. Tampil di depan ratusan orang tua murid di hall St. Angela yang besar merupakan salah satu pengalaman tak terlupakan buat saya. Saya masih ingat tepukan tangan penonton, hingga lagu kristiani yang kami nyanyikan bersama-sama.
Sedih juga saat naik ke kelas intermediate, yang mengajar adalah Miss Elizabeth. Walaupun Ms. Elizabeth ini sangat cantik (mungkin salah satu alasan saya menyukai wanita-wanita berparas oriental adalah gara-gara Ms. Elizabeth ini, but thats’s a story for another time), tapi saya merasa masih lebih dapat berkembang jika diajar oleh Bu Maria. Nonetheless, Mrs. Maria have given me a solid foundation for english language. Maybe this is bragging, but i feel quite confident with my English right now, and i have Mrs. Maria to thanked for that. So Madam, i’d like to say thank you for your time, your stick, and your trust in me back in the days. I hope you are well, and i’ll be granted a chance meeting with you on another occasion.
please write again š
please please start to write again…